Rembulan masih anggun di langit, bintang masih
berpendar, dan aroma embun masih menempel di daun kemuning. Sebelum kokok
pertama terdengar, asap mengepul di belakang. Dia bergelut asyik dalam
dunianya.
Fajar memerahkan langit, menggantikan rembulan. Satu
per satu jiwa terbangun dari alam mimpi. Dia tersenyum berikan secangkir kopi
dan sepotong ubi.
Nada-nada tinggi dariku tak pernah jadi deritanya.
Tangannya tetap halus dan cekatan. Wajahnya tetap teduh menenangkan.
Matahari meninggi dalam hidupnya. Mungkin sebentar
lagi akan meredup dan tenggelam. Gurat-gurat wajahnya masih menyimpan sejuta
kebahagiaanku.
Dia, perempuan yang mempertaruhkan nyawanya untukku.
Dia,
Ibuku.