Sekapur Sirih

Selamat datang di Cerita Kehidupan...
Terima kasih telah mengunjungi saya di sini...
Blog ini berisi catatan-catatankecil saya, tulisan-tulisan saya selama ini, baik berupa tulisan fiksi, nonfiksi, atau pun hanya catatan ringan..
Sebelum membuka blog ini lebih jauh, Anda diharapkan:
1. Jangan meng-copypaste tulisan di blog ini tanpa menyertakan link alamat blog ini http://ceritahidupdaning.blogspot.com seperti saya juga akan menyertakan link blog yang saya copypaste jika saya meng-copypaste tulisan orang lain
2. Menghargai tulisan-tulisan di blog ini adalah hasil karya seseorang yang dibuat sepenuh hati
3. Berilah komentar dengan hati nurani dan jujur agar saya bisa lebih baik dalam menulis di blog ini
Demikian, terima kasih telah meluangkan waktu membaca catatan kecil saya....

Jumat, 14 Oktober 2011

KESANTUNAN BERBAHASA DIALOG CERPEN RINDU PADANG RINDU ILALANG KARYA M. FUDOLI ZAINI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Cerita pendek (cerpen) merupakan salah satu wacana sastra yang cukup diminati masyarakat Indonesia. Dalam cerpen terdapat dialog-dialog yang memperlihatkan interaksi tindak tutur pelaku-pelakunya. Dialog-dialog yang ada dalam sebuah cerpen diimajinasikan sebagai suatu dialog yang ada di dunia nyata. Pengarang akan membuat pembaca merasa bahwa cerita yang dia buat adalah sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Konteks cerita yang ada memang diilhami dari kehidupan sehari-hari yang terdapat di dunia nyata.
Cerpen juga merupakan suatu bentuk bahan ajar kehidupan bagi pembacanya. Tema, amanat, dan unsur instrinsik lainnya yang terdapat dalam cerpen menawarkan satu kesatuan yang menghibur pembaca. Selain itu, cerpen juga memberikan contoh-contoh, baik contoh baik maupun buruk. Pembaca dapat terpengaruh oleh cerita atau dialog-dialog dalam cerpen. Oleh karena itu, tak dapat dielakkan bahwa cerpen yang baik harus dapat menyampaikan amanat dengan baik, tidak sekadar memberikan hiburan.
Dialog dalam sebuah cerpen merupakan wacana percakapan dalam bentuk tertulis yang terdapat dalam wacana bukan percakapan. Dalam sebuah wacana percakapan, interaksi verbal yang diproduksi secara spontan atau tidak direncanakan. Namun, ada hal yang lain yang mengikat suatu wacana percakapan, yaitu konteks. Kejadian-kejadian yang terjadi di luar wacana percakapan ikut serta membangun makna dalam wacana percakapan tersebut. Dalam hal ini, dialog dalam sebuah cerpen juga dipengaruhi oleh konteks situasi yang tersusun dalam wacan bukan percakapannya.
Berkaitan dengan hal di atas, tuturan yang terdapat dalam cerpen juga harus memperhatikan prinsip-prinsip tindak tutur. Prinsip-prinsip tersebut berupa prinsip kerja sama, dan prinsip kesantunan. Prinsip-prinsip itu harus diikutsertakan atau diimplementasikan dalam pembentukan dialog meskipun ada kebebasan pengarang untuk menentukan kalimat-kalimat dalam sebuah karya sastra.
Namun, pada kenyataannya, sebuah karya sastra atau cerpen mempunyai dialog-dialog yang terkadang banyak melakukan pelanggaran prinsip-prinsip percakapan, terutama prinsip kesantunan. Kalimat dalam dialog seringkali tidak memperhatikan pemeliharaan hubungan sosial antartokoh dalam cerpen. Hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan  moral kadangkala terabaikan.


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah-masalah dirumuskan sebagai berikut:
  1. Pematuhan bidal kesantunan apa saja yang terjadi dalam dialog cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang?
  2. Pelanggaran bidal kesantunan apa saja yang terjadi dalam dialog cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang?

1.3  Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      mengetahui pematuhan prinsip kesantunan yang terjadi dalam dialog cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang.
2.      mengetahui pelanggaran prinsip kesantunan yang terjadi dalam dialog cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang.

1.4  Manfaat
Manfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1.      manfaat teoretis
Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi pengkaji pragmatik tentang prinsip kesantuna dalam percakapan. Selain itu, penelitian in juga bermanfaat untuk memperdalam teori-teori tentang prinsip kesantunan, terutama pada dialog dalam cerpen.
2.      manfaat praktis
Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi pengarang pemula untuk menentukan kalimat-kalimat yang akan dipakai untuk dialog dalam cerpen yang akan dibuat.



























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai kesantunan sudah banyak dilakukan. Beberapa di antaranya dijabarkan sebagai berikut:
Penelitian yang berjudul Kesantunan dalam Dialog pada Wacana Dongeng Anak-Anak Berbahasa Indonesia disusun oleh Aristyana pada tahun 2004. Aristyana menyimpulkan bahwa pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan dalam dialog wacana dongeng anak-anak berbahasa Indonesia terjadi dalam bidal kesetujuan, bidal kemurahhatian, bidal keberkenaan, bidal kerendahhatian, bidal kesetujuan, dan bidal kesimpatian. Tingkat pematuhan prinsip kesantunan tertinggi terjadi dalam bidal kesetujuan dan tingkat pematuhan terendah terjadi dalam bidal kerendahhatian. Tingkat pelanggaran prinsip kesantunan tertinggi terjadi dalam bidal ketimbangrasaan dan tingkat pelanggaran terendah terjadi dalam bidal kesimpatian.
Penelitian berjudul Kesantunan Berbahasa dalam Film Kartun Sinchan dan Doraemon disusun oleh Kurniawati (2005). Kurniawati menyimpulkan bahwa pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan terjadi dalam semua bidal, yaitu bidal kesetujuan, bidal ketimbarasaan, bidal kerendahhatian, bidal kesimpatian, bidal keberkenaan, dan kemurahhatian. Tingkat pematuhan tertinggi terjadi dalam bidal kesetujuan dan tingkat pematuhan terendah terjadi dalam bidal kerendahhatian. Tingkat pelanggaran tertinggi terjadi dalam bidal keberkenaan dan tingkat pelanggaran terendah terjadi dalam bidal krendahhatian.
Penelitian berjudul Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Fungsi Pragmatis pada Wacana Slogan Parpol Menjelang Pemilu 5 April 2005 disusun oleh Fatmawati. Fatmawati menyimpulkan bahwa pelanggaran prinsip kesantunan dalam wacana slogan tersebut terjadi dalam bidal ketimbangrasaan dan bidal kerendahhatian. Dalam penelitian tersebut juga ditmukan fungsi pragmatis, yaitu, fungsi representatif, direktif, komisif, dan isbati.
Dari penelitian-penelitian di atas belum ada penelitian tentang prinsip kesantunan dalam dialog cerpen meskipun sudah ada karya sastra lain yang sudah diteliti, yaitu dongeng. Pada dasarnya, cerpen dan dongeng memiliki persamaan instrinsik. Hanya saja, cerpen lebih bebas dalam penggunaan bahasanya. Oleh karena itu, penyusun tertarik untuk meneliti pelanggaran dan pematuhan prinsip kesantunan pada dialog dalam cerpen.

2.2 Landasan Teoretis
Berkaitan dengan landasan teoretis ini akan dibicarakan teori mengenai prinsip percakapan, prinsip kesantunan dalam percakapan, situasi tutur, dialog, dan cerita pendek (cerpen).

2.2.1 Prinsip Percakapan
Carrol (dalam Rustono, 1999:48) menyatakan bahwa percakapan adalah interaksi verbal yang berlangsung secara tertib dan teratur dan melibatkan dua pihak atau lebih guna mencapai tujuan tertentu sebagai wujud peristiwa komunikasi. Unsur yang ada dalam percakapan adalah penutur dan mitra tuturnya.
Rustono (1999:55) menyatakan bahwa prinsip percakapan adalah prinsip yang mengatur mekanisme percakapan antarpenutur di dalam peristiwa komunikasi. Tujuan yang hendak dicapai dengan prinsip percakapan itu adalah bahwa peserta percakapan dapat menggunakan prinsip percakapan secara efektif dan efisien dengan mengikuti norma-norma kesantunan.
Berdasarkan tujuan tersebut, prinsip percakapan dibedakan menjadi dua, yaitu prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan.

2.2.2 Prinsip Kesantunan
Prinsip kesantunan (politeness principle) berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat sosial, estetis, dan moral di dalam bertindak tutur. Prinsip kesantunan dicetuskan untuk melengkapi prinsip kerja sama dan mengatasi masalah yang timbul akibat penerapan prinsip kerja sama.  Gunarwan menegaskan bahwa pelanggaran prinsip kerja sama adalah bukti bahwa di dalam komunikasi kebutuhan penutur dan tugas penutur tidaklah hanya untuk menyampaikan informasi saja, tetapi lebih dari itu. Di samping untukl menyampaikan amanat, juga kebutuhan untuk menjaga dan memelihara hubungan penutur dan pendengar.
Lakoff mengemukakan tiga kaidah yang harus ditaati agar tuturan itu santun. Kaidah itu adalah:
1. Kaidah formalitas
Kaidah formalitas berarti jangan memaksa atau jangan angkuh. Maksudnya, tuturan yang memaksa dan angkuh adalah tuturan yang tidak atau kurang santun.
2. Kaidah ketaktegasan
Kaidah ini berisi saran bahwa penutur hendaknya bertutur sedemikian rupa sehingga mitra tuturnya dapat menentukan pilihan.
3. Kaidah persamaan atau kesekawanan
Makna kaidah ini adalah bahwa penutur hendaknya bertindak seolah-olah mitra tuturnya itu sama, atau dengan kata lain buatlah mitra tutur merasa senang.
Brown dan Levinson mengungkapkan prinsip kesantunan yang berkisar pada kesantunan positif dan negatif. Kesantunan positif berkenaan dengan muka positif. Muka positif adalah muka yang mengacu kepada citra diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang diyakininya diakui orang sebagai suatu hal yang baik, menyenangkan, patut dihargai. Kesantunan negatif menyangkut muka negatif. Muka negatif adalah muka yang mengacu pada citra diri orang yang berkeinginan agar ia dihargai dengan jalan penutur membiarkannya bebas dari keharusan melakukan sesuatu seperti yang dimaksudkan penuturnya.
Ada lima strategi yang dikemukakan Gunawan (dalam Rustono, 1999:69) agar tuturan sorang penutur santun. Strategi tersebut adalah:
1.      Melakukan tindak tutur secara apa adanya, tanpa basa-basi dengan mematuhi prinsip kerja sama Grice.
2.      Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan positif.
3.      Melakukan tindak tutur dengan menggunakan kesantunan negatif.
4.      Melakukan tindak tutur secara off records.
5.      Tidak melakukan tindak tutur atau diam saja.
Leech (dalam Fatmawati, 2006:15) menyatakan secara umum bahwa kesantunan berkenaan dengan hubungan antara dua pemeran serta yang boleh kita namakan diri dan lain.
Prinsip kesantunan dijabarkan dalam enam bidal, yaitu:
1.      Bidal ketimbangrasaan (tact maxim)
Bidal ketimbangrasaan terbagi dalam dua bidal, yaitu:
a)      meminimalkan biaya kepada pihak lain
b)      memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain
Bidal ini memberika petunjuk bahwa pihak  lain dikenakan biaya seringan-ringannya, tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya. Bidal ini lazimnya diungkapkan dalam tuturan impositif dan komisif.
Contoh :
A : Mari, saya masukkan surat Anda ke kotak pos.
B: Jangan, tidak usah!
2.      Bidal kemurahhatian (generosty maxim)
Bidal kemurahhatian terbagi menjadi dua subbidal, yaitu:
a)      meminimalkan keuntungan kepada diri sendiri
b)      memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain
Bidal ini mengemukakan nasihat bahwa pihak lain hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Tuturan yang mengungkap bidal ini adalah tuturan ekspresif dan asertif.
Contoh:
A : Pukulanmu sangat keras.
B : Saya kira biasa saja, Pak.
3.      Bidal keberkenaan (approbation maxim)
Bidal ini mempunyai dua subbidal, yaitu:
a)      meminimalkan penjelekan kepada pihak lain
b)      memaksimalkan pujian kepada pihak lain.
Tuturan yang selaras dengan bidal ini adalah tuturan ekspresif dan tuturan asertif.
Contoh :
A : Mari, Pak, seadanya!
B : Terlalu banyak, sampai-sampai saya susah melihatnya.
4.      Bidal kerendahhatian (modesty maxim)
Bidal ini mempunyai dua subbidal, yaitu:
a)      meminimalkan pujian kepada diri sendiri
b)      memaksimalkan penjelekan kepada diri sendiri.
Tuturan yang lazim digunakan untuk menyatakan bidal ini adalah tuturan ekspresif dan asertif.
Contoh :
A : Maaf, saya ini orang kampung.
5.      Bidal kesetujuan (agreement maxim)
Bidal ini terbagi dalam dua subbidal, yaitu:
a)      meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain
b)      memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain.
Tuturan yang lazim digunakan adalah tuturan asertif.
Contoh :
A : Bagaimana kalau lemari ini kita pindahkan?
B : Saya setuju sekali.

6.      Bidal kesimpatian (symphati maxim)
Bidal kesimpatian ini terbagi dalam dua subbidal, yaitu :
a) meminimalkan antipati antara diri sendiri dan pihak lain,
b) memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain.
Tuturan yang lazim mengungkapkan bidal ini adalah tuturan-tuturan asertif.
Contoh :
A : Pak, ibu saya meninggal dunia.
B : Saya ikut berduka cita atas meninggalnya ibumu.

2.2.3 Dialog
Dialog merupakan suatu bentuk percakapan yang melibatkan dua pihak dengan adanya hubungan timbal balik dalam komunikasi. Maksudnya, ada interaksi verbal antara dua pihak dan keduanya memiliki pemahaman tentang topik yang dibicarakan.

2.2.4 Cerita Pendek
Cerita pendek atau cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra tulis yang berupa prosa. Ciri khas karya sastra prosa adalah pembeberan. Selain itu, bentuk karya sastra prosa berupa paragraf-paragraf atau alinea-alinea. Karya sastra prosa yang berupa cerita pendek (cerpen) sering dikatakan dapat dibaca dalam sekali duduk. Hal ini bukan disebabkan oleh jumlah atau panjang halaman, melainkan lebih disebabkan oleh terbatasnya ruang lingkup dalam sebuah cerpen. Yang perlu diperhatikan dalam cerpen adalah cerita hanya difokuskan pada kisah tokoh utama da permasalahannya saja.
Unsur-unsur yang ada dalam cerpen ada delapan, yaitu :
1.      tema
Tema sering juga disebut dasar cerita, yakni pokok permasalahan yang mendominasi suatu karya sastra.

2.      alur
Alur atau sering juga disebut plot adalah cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh.
3.      penokohan
Penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya, maupun batinnya yang berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya.
4.      tegangan
Tegangan atau suspense ialah bagian cerita yang membuat pembaca terangsang untuk meneruskan membacanya.

5.      latar
Latar (setting) adalah tempat atau waktu terjadinya cerita.
6.      suasana
Suasana merupakan segala peristiwa yang dialami oleh tokoh suatu cerita.
7.      pusat pengisahan
Pusat pengisahan (point of view) adalah bagaimana pengarang menempatka dirinya dalam cerita.
8.      gaya bahasa
Gaya bahasa merupakan bahasa atau pigura-pigura bahasa yang digunakan dalam membuat cerita atau menceritakan sesuatu.






BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan ini digunakan karena penelitian ini berkaitan dengan data yang tidak berupa angka-angka, tetapi berupa percakapan atau dialog dalam cerita pendek Rindu Padang Rindu Ilalang karaya M. Fudoli Zaini. Penelitian ini juga berupaya mengungkapkan pelanggaran prinsip kesantunan dalam dialog cerpen tersebut.
Data dalam penelitian ini berupa dialog dalam cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang. Sumber data penelitian ini adalah cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang yang terdapat dalam kumpulan cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang karya M. Fudoli Zaini. Kumpulan cerpen ini diterbitkan oleh penerbit Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta pada tahun 2002.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak dan teknik catat. Metode simak dilakukan dengan cara membaca secara tuntas cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang. Teknik yang digunakan adalah mencatat percakapan dialog pada cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang.
Pelaksanaan analisis data dilakukan dengan metode normatif, yaitu dengan melakukan pencocokan data penelitian ini dengan norma-norma kesantunan. Norma kesantunan tersebut tak lain adalah bidal-bidal prinsip kesantunan yang diungkapkan oleh Leech. Atas dasar karakteristik tiap-tiap bidal prinsip kesantunan, tuturan dalam dialog pada cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang apakah mematuhi atau melanggar prinsip kesantunan itu dan bidal apakah yang dilanggar.
Hasil analisis data disajikan dengan memaparkan pelanggaran bidal-bidal prinsip kesantunan yang terdapat dalam dialog pada cerita pendek Rindu Padang Rindu Ilalang.





BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pematuhan Prinsip Kesantunan dalam Dialog pada Cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang
Pematuhan prinsip-prinsip kesantunan percakapan ditunjukkan oleh beberapa percakapan dalam cerpen ini. Pematuhan tersebut dijabarkan dalam bidal-bidal prinsip kesantunan. Penjabarannya adalah sebagai berikut.
  1. Bidal ketimbangrasaan (tact maxim)
Bidal yang memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain ini tidak terjadi dalam percakapan-percakapan pada cerpen ini. Dalam cerpen ini tidak terdapat percakapan (dialog) yang mencerminkan bidal ketimbangrasaan. Oleh karena itu, tidak ada pematuhan dalam bidal ini.
  1. Bidal kemurahhatian (generosty maxim)
Bidal yang mengemukakan nasihat bahwa pihak lain hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya ini juga tidak terdapat dalam cerpen ini. Dengan demikian, tidak ada pematuhan bidal ini.
  1. Bidal keberkenaan (approbation maxim)
Bidal yang meminimalkan penjelekan kepada pihak lain ini terdapat dalam percakapan berikut.
Konteks           : Rama bercakap-cakap dengan Buyung, cucu bibi Rama. Rama merindukan tanah leluhurnya.
Buyung           : “Rama kangen lihat sungai?”
Rama               : “Kangen semuanya, Buyung.”
Percakapan di atas menunjukkan bahwa ada pematuhan bidal keberkenaan dalam prinsip kesantunan.
  1. Bidal kerendahhatian (modesty maxim)
Bidal yang merujuk pada meminimalkan pujian kepada diri sendiri ini tidak terjadi dalam percakapan-percakapan dalam cerpen ini. Jadi, tidak ada pematuhan bidal kerendahhatian dalam cerpen ini.
  1. Bidal kesetujuan (agreement maxim)
Bidal yang memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain ini terjadi dalam banyak percakapan dalam cerpen ini. Percakapan-percakapan tersebut adalah sebagai berikut.
A.  Konteks                    : Rama bercakap-cakap dengan cucu bibinya yang masih kecil, Buyung. Buyung bertanya kepada Rama tentang apa yang Rama rindukan.
      Buyung                    : “Lihat ladang-ladang?”
      Rama                        : “Ya. Ladang-ladang dan padang ilalang.”
      Buyung                    : “Kita berangkat?”
      Rama                        : “Ayo.”
B.  Konteks                    : Rama dan Buyung berjalan-jalan. Rama mengajak Buyung berlari.
      Rama                        : “Kita lari-lari, Buyung?”
      Buyung                    : “Ayoo!”
C.  Konteks                    : Rama bertanya apa Buyung sering menangkap capung di padang.
      Rama                        : “Oo, ya. Engkau tidak pernah menangkap capung?”
      Buyung                    : “Nggak pernah.”
D.  Konteks                    : Rama dan Buyung berjalan-jalan di pematang.
      Rama                        : “Kita jalan terus, Buyung.”
      Buyung                    : “Ke sungai?”
      Rama                        : “Ya.”
E.   Konteks                    : Rama dan Buyung tiduran di padang rumput. Rama bangkit. Ia ingin ,rlihat kebun bibinya.
      Rama                        : “Ayo, Buyung, jalan lagi.”
      Buyung                    : “Ayo.”
F. Konteks                     : Rama memandangi Buyung. Rama mengajak Buyung ke perbukitan.
      Rama                        : “Kita ke arah perbukitan sebentar.”
      Buyung                    : “Ke arah Selatan?”
      Rama                        : “Ya. Kita lihat padang ilalang.”
G.  Konteks                    : Rama dan Buyung melihat burung tekukur.
      Buyung                    : “Rama menyebut tekukur itu si Ayu?”
      Rama                        : “Ya.”
H.  Konteks                    : Rama dan Buyung melihat bayi mati di padang ilalang.
      Rama                        : “Lari, Buyung!”
      Buyung                    : “Ke rumah?”
      Rama                        : “Ya. Dan lapor kepala desa!”
I.    Konteks                    : Rama dan Buyung terus berlari menuju rumah. Mereka terengah-engah.
      Rama                        : “Kita juga harus bilang pada semua orang!”
      Buyung                    : “Ya. Dan kepala desa!”
      Rama                        : “Betul!”
Pematuhan prinsip kesantunan paling banyak terjadi dalam bidal kesetujuan ini. Artinya, cerpen ini mematuhi prinsip kesantunan terutama pada bidal kesetujuan.
  1. Bidal kesimpatian (symphati maxim)
Bidal yang memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain ini terdapat dalam percakapan berikut ini.
A.  Konteks                    : Rama berbaring di rerumputan. Buyung mengikutinya.
      Buyung                    : “Kita tidak jalan terus?”
      Rama                        : “Istirahat dulu, Buyung.”
      Buyung                    : “Matahari sudah cukup tinggi.”
      Rama                        : “Tak apa. Kita di bawah rindang kesambi.”
B.  Konteks                    : Rama dan Buyung melihat burung tekukur di padang rumput.
      Rama                        : “Engkau takut, Ayu. Aku tak akan menge-tepilmu.”
Pematuhan bidal ini menunjukkan bahwa tokoh Rama dalam cerpen ini dibuat sebagai seorang yang penuh simpati. Prinsip kesantunan dipatuhi melalui bidal kesimpatian ini.
Prinsip kesantunan percakapan dipatuhi oleh dialog pada cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang melalui bidal keberkenaan, bidal kesetujuan, dan bidal kemurahhatian. Namun, bidal-bidal lainnya tidak terdapat dalam cerpen ini.

4.2 Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Dialog pada Cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang
Pelanggaran prinsip-prinsip kesantunan percakapan ditunjukkan oleh beberapa percakapan dalam cerpen ini. Pelanggaran tersebut dijabarkan dalam bidal-bidal prinsip kesantunan. Penjabarannya adalah sebagai berikut.
  1. Bidal ketimbangrasaan (tact maxim)
Bidal yang memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain ini tidak terjadi dalam percakapan-percakapan pada cerpen ini. Dalam cerpen ini tidak terdapat percakapan (dialog) yang mencerminkan bidal ketimbangrasaan. Oleh karena itu, tidak ada pelanggaran dalam bidal ini.
  1. Bidal kemurahhatian (generosty maxim)
Bidal yang mengemukakan nasihat bahwa pihak lain hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya ini juga tidak terdapat dalam cerpen ini. Dengan demikian, tidak ada pelanggaran bidal ini.
  1. Bidal keberkenaan (approbation maxim)
Pelanggaran bidal yang meminimalkan penjelekan kepada pihak lain ini terdapat dalam percakapan berikut.
Konteks              : Rama bercakap-cakap dengan Buyng saat pertama bertemu.
Buyung              : “Dengan siapa?”
Rama                  : “Nanti kalau kau besar kau akan tahu.”


Perkataan Rama dianggap melanggar bidal keberkenaan karena secara tidak langsung menjelekkan Buyung yang masih kecil. Rama seperti sedang mengejek Buyung karena ia masih kecil dan belum boleh tahu apa yang ia ingin tahu.
  1. Bidal kerendahhatian (modesty maxim)
Pelanggaran bidal yang meminimalkan pujian kepada diri sendiri ini terjadi dalam percakapan berikut.
Konteks              : Rama menanyakan kepada Buyung, dia sering main apa.
Rama                  : “Lantas, engkau main apa tiap harinya?”
Buyung              : “Mobil-mobilan di emper rumah atau main video game.”
Buyung memperlihatkan apa yang dimilikinya secara terang-terangan. Buyung seperti ingin memamerkan pada Rama bahwa dia adalah anak modern yang bermain mobil-mobilan dan video game. Hal ini tentu saja melanggar prinsip kesantunan, bidal kerendahhatian.
  1. Bidal kesetujuan (agreement maxim)
Pelanggaran bidal yang memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain ini terjadi dalam banyak percakapan dalam cerpen ini. Percakapan-percakapan tersebut adalah sebagai berikut.
A.  Konteks                    : Rama bercakap-cakap dengan Buyung tentan hal-hal yang Rama lakukan saat kecil.
      Rama                        : “Engkau sering jalan-jalan ke sini, Buyung?”
      Buyung                    : “Nggak, jarang sekali.”
B.  Konteks                    : Rama bertanya apa Buyung sering mencari sarang burung dan telur puyuh di padang.
      Rama                        : “Cari sarang burung?”
      Buyung                    : “Nggak.”
      Rama                        : “Cari telur puyuh?”
      Buyung                    : “Nggak.”


C.  Konteks                    : Rama dan Buyung tiba di sungai.
      Rama                        : “Engaku sering mandi di situ?”
      Buyung                    : “Nggak.”
      Rama                        : “Dengan teman-temanmu?”
      Buyung                    : “Nggak juga.”
D. Konteks                     : Rama dan Buyung melihat burung tekukur di padang.
      Rama                        : “Engkau tidak punya ketepil?”
      Buyung                    : “Nggak. Tapi punya bedil-bedilan laser.”
Percakapan-percakapan di atas memperlihatkan bahwa bidal kesetujuan tidak dipatuhi atau dilanggar. Artinya, prinsip kesantunan dilanggar dalam cerpen ini.
  1. Bidal kesimpatian (symphati maxim)
Pelanggaran bidal yang memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain ini terdapat dalam percakapan berikut ini
      Konteks                    : Rama dan Buyung menemukan bayi di padang ilalang.
      Rama                        : “Mundur, Buyung!”
      Buyung                    : “Itu apa, Rama?”
      Rama                        : “Bayi mati!”
      Buyung                    : “Kenapa di situ?”
      Rama                        : “Dibuang orang!”
Percakapan di atas menunjukkan bahwa Rama dan Buyung tidak simpati, tetapi ada kesan marah atau jijik. Percakapan di atas memperlihatkan pelanggaran prinsip kesantunan bidal kesimpatian.
Dari penjabaran di atas, dapat diketahui bahwa pelanggaran prinsip kesantunan dalam cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang terjadi pada bidal keberkenaan, kerendahhatian, kesetujuan, dan kesimpatian.



BAB V
PENUTUP


5.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dialog dalam cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang mematuhi dan melanggar prinsip kesantunan. Ada pun pematuhan terbanyak terjadi pada bidal kesetujuan. Pelanggaran terbanyak juga terjadi pada bidal kesetujuan. Namun, pad umumnya, dialog dalam cerpen ini sudah cukup mematuhi prinsip kesantunan berbahasa.

5.2 Saran
Dari simpulan di atas, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.
1.      Penulis cerpen atau pengarang pemula hendaknya memperhatikan prinsip kesantunan dalam membuat dialog atau percakapan-percakapan dalam cerpennya.
2.      Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang tertarik untuk meneliti tentang prinsip-prinsip kesantunan hendaknya juga memilih cerpen yang nantinya dapat dijadikan referensi bahan ajar seperti cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang ini.










Dialog dalam Cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang yang Mematuhi Prinsip Kesantunan

A. Konteks                     : Rama bercakap-cakap dengan Buyung, cucu bibi Rama. Rama merindukan tanah leluhurnya.
      Buyung                    : “Rama kangen lihat sungai?”
      Rama                        : “Kangen semuanya, Buyung.”
B. Konteks                     : Rama bercakap-cakap dengan cucu bibinya yang masih kecil, Buyung. Buyung bertanya kepada Rama tentang apa yang Rama rindukan.
      Buyung                    : “Lihat ladang-ladang?”
      Rama                        : “Ya. Ladang-ladang dan padang ilalang.”
      Buyung                    : “Kita berangkat?”
      Rama                        : “Ayo.”
C. Konteks                     : Rama bertanya apa Buyung sering menangkap capung di padang.
      Rama                        : “Oo, ya. Engkau tidak pernah menangkap capung?”
      Buyung                    : “Nggak pernah.”
D.  Konteks                    : Rama dan Buyung berjalan-jalan. Rama mengajak Buyung berlari.
      Rama                        : “Kita lari-lari, Buyung?”
      Buyung                    : “Ayoo!”
E.   Konteks                    : Rama dan Buyung berjalan-jalan di pematang.
      Rama                        : “Kita jalan terus, Buyung.”
      Buyung                    : “Ke sungai?”
      Rama                        : “Ya.”
F.   Konteks                    : Rama dan Buyung tiduran di padang rumput. Rama bangkit. Ia ingin ,rlihat kebun bibinya.
      Rama                        : “Ayo, Buyung, jalan lagi.”
      Buyung                    : “Ayo.”
G. Konteks                     : Rama memandangi Buyung. Rama mengajak Buyung ke perbukitan.
      Rama                        : “Kita ke arah perbukitan sebentar.”
      Buyung                    : “Ke arah Selatan?”
      Rama                        : “Ya. Kita lihat padang ilalang.”
H.  Konteks                    : Rama dan Buyung melihat burung tekukur.
      Buyung                    : “Rama menyebut tekukur itu si Ayu?”
      Rama                        : “Ya.”
I.    Konteks                    : Rama dan Buyung melihat bayi mati di padang ilalang.
      Rama                        : “Lari, Buyung!”
      Buyung                    : “Ke rumah?”
      Rama                        : “Ya. Dan lapor kepala desa!”
J.    Konteks                    : Rama dan Buyung terus berlari menuju rumah. Mereka terengah-engah.
      Rama                        : “Kita juga harus bilang pada semua orang!”
      Buyung                    : “Ya. Dan kepala desa!”
      Rama                        : “Betul!”
K.  Konteks                    : Rama berbaring di rerumputan. Buyung mengikutinya.
      Buyung                    : “Kita tidak jalan terus?”
      Rama                        : “Istirahat dulu, Buyung.”
      Buyung                    : “Matahari sudah cukup tinggi.”
      Rama                        : “Tak apa. Kita di bawah rindang kesambi.”
L.   Konteks                    : Rama dan Buyung melihat burung tekukur di padang rumput.
      Rama                        : “Engkau takut, Ayu. Aku tak akan menge-tepilmu.”



Dialog dalam Cerpen Rindu Padang Rindu Ilalang yang Melanggar Prinsip Kesantunan

A.  Konteks                    : Rama bercakap-cakap dengan Buyng saat pertama bertemu.
      Buyung                    : “Dengan siapa?”
      Rama                        : “Nanti kalau kau besar kau akan tahu.”
B.  Konteks                    : Rama menanyakan kepada Buyung, dia sering main apa.
      Rama                        : “Lantas, engkau main apa tiap harinya?”
      Buyung                    : “Mobil-mobilan di emper rumah atau main video game.”
C.  Konteks                    : Rama bercakap-cakap dengan Buyung tentan hal-hal yang Rama lakukan saat kecil.
      Rama                        : “Engkau sering jalan-jalan ke sini, Buyung?”
      Buyung                    : “Nggak, jarang sekali.”
D.  Konteks                    : Rama bertanya apa Buyung sering mencari sarang burung dan telur puyuh di padang.
      Rama                        : “Cari sarang burung?”
      Buyung                    : “Nggak.”
      Rama                        : “Cari telur puyuh?”
      Buyung                    : “Nggak.”
C.  Konteks                    : Rama dan Buyung tiba di sungai.
      Rama                        : “Engaku sering mandi di situ?”
      Buyung                    : “Nggak.”
      Rama                        : “Dengan teman-temanmu?”
      Buyung                    : “Nggak juga.”
E. Konteks                     : Rama dan Buyung melihat burung tekukur di padang.
      Rama                        : “Engkau tidak punya ketepil?”
      Buyung                    : “Nggak. Tapi punya bedil-bedilan laser.”
F.   Konteks                    : Rama dan Buyung menemukan bayi di padang ilalang.
      Rama                        : “Mundur, Buyung!”
      Buyung                    : “Itu apa, Rama?”
      Rama                        : “Bayi mati!”
      Buyung                    : “Kenapa di situ?”
      Rama                        : “Dibuang orang!”
























KESANTUNAN BERBAHASA DIALOG
CERPEN RINDU PADANG RINDU ILALANG
KARYA M. FUDOLI ZAINI

Mata kuliah                 : Pragmatik
Dosen Pengampu        : Prof. Rustono
  Imam Baehaqie, S.Pd, M.Hum












Disusun oleh :
Daning Wahyu Rokhana
2101404019
PBSI 6 A Reguler


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007


DAFTAR PUSTAKA

Aristyani, Yulia. 2004. Kesantunan dalam Dialog pada Wacana Dongeng Anak-Anak Berbahasa Indonesia. Unnes. Skripsi.
Fatmawati, Arie. 2006. Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Fungsi Pragmatis pada Wacana slogan Parpol Menjelang Pemilu 5 April 2005. Unnes. Skripsi.
Halliday, M.A.K dan Hasan, Ruqaya. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Yogyakarta: gadjah Mada University Press.
Kurniawati, Endah. 2005. Kesantunan Berbahasa dalam Film Kartun Sinchan dan Doraemon. Unnes. Skripsi.
Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.
Suharianto, S. 2005. Dasar-Dasar Teori Sastra. Semarang: Rumah Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar